Sejarah perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan

PERKEMBANGAN PELAYANAN KEBIDANAN
Tenaga yang sejak dulu hingga saat ini memegang peranan penting dalam perkembangan kebidanan adalah dukun bayi. Dukun diminta pertimbangan pada masa kehamilan, mendampingi persalinan hingga selesai dan mengurus ibu serta bayinya dalam masa nifas.
Dukun bayi biasanya seorang wanita, umumnya berumur diatas 30 tahun dan buta huruf. Dukun adalah pekerjaan turun temurun di keluarga, ia mendapat pelatihan dari dukun yang elbih tua yang kelak akan digantikan. Pengetahuan mereka tentang fisiologi dan patologi kehamilan, persalinan dan nifas sangat terbatas hingga timbul komplikasi, ia tidak mampu mengatasi dan tidak menyadari akibatnya, meski demikian dukun dalam masyarakat mempunyai pengaruh yang besar, tidak hanya memberi pertolongan tapi juga emosional kepada wanita yang sedang bersalin serta keluarganya karena ia dapat membantu jalannya proses persalinan karena adanya doa-doanya.
Praktek kebidanan modern dibawa masuk ke Indonesia oleh dokter Belanda yang bekerja pada pemerintahan Hindia Belanda. Tahun 1850 dibuka kursus kebidanan yang pertama, tapi kemudian ditutup pada tahun 1873, kemudian pada tahun 1879 dibuka kembali.
Pendidikan dokter secara sederhana dimulai pada tahun 1815 dengan didirikannya Sekolah Dokter Jawa. Berkat peningkatan di segala bidang pendidikan termasuk tenaga kesehatan hingga pada pertengahan tahun 1979 telah ada 8000 dokter dan lebih dari 16.888 tenaga bidan. Khusus pelayanan kebidanan untuk masyarakat desa sebagian besar masih di dominasi tenaga-tenaga tradisional. Pada tahun 1978 kira-kira 90% persalinan masih ditangani dukun, 6% oleh bidan dan hanya 1 % yang ditangani dokter. Pada tahun 1950 dilaksanakan Program Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA) yang pada umumnya dipimpin oleh bidan. Pada BKIA itu diselenggarakan pemeriksaan antenatal, post natal, KB, pemeriksaan dan pengawasan penyuluhan gizi pada anak dibawah umur 5 tahun serta pembinaan dukun bayi
Bidan juga dapat dipanggil ke rumah jika dapat kesulitan dalam persalinan. Di BKIA juga diadakan persalinan dukun bayi karena pada waktu itu tenaga dukun masih sangat diperlukan sehingga mereka dapat lebih cepat mengenal tanda-tanda bahaya yang dapat timbul dalam kehamilan dan persalinan dan segera minta pertolongan pada bidan.
Demikian pula dari BKIA inilah yang akhirnya menjadi suatu peragaan terintegrasi kepada masyarakat yang dinamakan pusat kesehatan masyarakat (puskesmas). Pada tahun 1957 puskesmas memberikan pelayanan didalam gedung dan diluar gedung dan berorientasi di wilayah kerja. Pelayanan kebidanan yang diberikan diluar gedung adalah pelayanan kesehatan dan pelayanan di pos pelayanan terpadu (posyandu). Pelyanan di posyandu mencakup empat kegiatan yaitu pemeriksaan hamil, KB, imunisasi, gizi dan kesehatan lingkungan.
Mulai tahun 1990 pelaksanaan kebidanan diberikan secara merata dan dekat dengan masyarakat, sesuai dengan kebutuhan masyarakat sesuai instruksi presiden tahun 1992 yaitu penempatan bidan di desa sebagai pelaksana kesehatan KIA khususnya pelayanan kesehatan ibu hamil, bersalin dan nifas serta pelayanan kesehatan bayi baru lahir termasuk pembinaan dukun bayi. Serta mengembangkan pondok bersalin sesuai kebutuhan masyarakat setempat. Bidan yang di rumah sakit memberikan poliklinik antenatal, senam hamil, kamar bersalin, ruang nifas, dan ruang perinatal kamar opersai kebidanan.
Bidan dalam melaksanakan peran fungsinya didasarkan pada kemampuan yang diberikanyang diatur melalui permenkes dimulai dari :
1). Permenkes no 5380/IX/1963 wewenang bidan terbatas pada pertolongan persalinan normal secara mandiri disamping tugas yang lain
2). Permenkes 623/1989 wewenang bidan dibagi menjadi 2 yaitu wewenang umum dan khusus dalam hal ini bidan melaksanakan tindakan dibawah pengawasan doker
3).  Permenkes no 572/VI/1996 tentang registrasi dan praktek bidan dalam melaksanakan tindakan
2.     PERKEMBANGAN PENDIDIKAN BIDAN
Perkembangan pendidikan bidan berhubungan dengan perkembangan pelayanan, yang dimaksud dengan pendidikan kebidanan adalah pendidikan formal dan non formal
1)         Pendidikan bidan dimulai pada masa penjajahan hindia belanda, tahun 1851 dokter militer belanda membuka pendidikan bidan bagi wanita pribumi di batavia
2)       Tahun 1904 mulai diibuka pendidikan bidan di rumah sakit militer di batavia
3)       Tahun 1911/1912 dimulai tenaga keperawatan di RSUP semarang dan batavia
4)       Tahun 1935-1938 pemerintah belanda mendidik bidan lulusan mulo (setingkat SMP) dan dibuka sekolah bidan di RSB Budi Kemuliaan Jakarta, RSB Palang Dua dan RSB Mardi Waluyo di Semarang
5)       Tahun 1950-1953 dibuka sekolah bidan dari lulusan SMP dengan batasan usia minimal 17 tahun dan lama pendidikan 3 tahun. Mengingat kebutuhabn tenaga untuk menolong persalinan cukup banyak, dibuka pendidikan pembantu bidan /jenjang kesehatan E dan ditutup tahun 1976
6)       Tahun 1953 dibuka kursus tambahan bidan (KTB) di yogaykarta lamanya kursus antara 7-12 minggu
7)        Tahun 1954 dibuka pendidikan guru bidan bersama dengan guru perawat di bandung, dan awal 1972 institusi pendidikan dilebur menjadi Sekolah Guru Perawat (SGP), dan pendidikan ini menerima calon dari lulusan sekolah perawat dan bidan
8)       Tahun 1970 dibuka program pendididkan yang menerima lulusan sekolah pengatur rawat ditambah 2 tahun pendidikan bidan yang disebut sekolah pendidikan lanjutan jurusan kebidanan dan ini tidak dilaksanakan secara merata dari seluruh provinsi
9)         Tahun 1974 dibuka Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) dengan tujuan adanya tenaga di lapangan dimana salah satu tugasnya adalah menolong persalinan normal
10)     Tahun 1975-1985 institusi pendidikan bidan ditutup
11)       Tahun 1981 dibuka pandidikan D, kesehatan ibu dan anak, yang berlangsung hanya satu tahun
12)      Tahun 1985 dibuka program pendidikan bidan lulusan SPB dan SPK, lamanya pendidikan 1 tahun dan lulusannya dikembalikan kepada institusi yang mengirim
13)      Tahun 1989 dibuka Cresh program pendidikan bidan secara normal yang lulusan SPK untuk langsung masuk program pendidikan bidan (PPB/A), lama pendidikan 1 tahun dan lulusannya ditempatkan di desa dengan tujuan untuk memberikan pelajaran kesehatan terutama ibu dan anak di daerah pedesaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan keluarga dan menurunkan angka kematian ibu dan anak. Mulai tahun 1996 status bidan di desa sebgaai pegawai tidak tetap (PTT)
14)      Tahun 1993 dibuka PPB program bidan yang peserta didukungnya dari lulusan akper dengan lama pendidikan 1 tahun yang tujuannya untuk mempersiapkan tenaga pengajar pada program pendidikan bidan A
15)      Tahun 1993 dibuak PPB program C yang menerima lulusan SMP dilakukan di 11 provinsi di wilayah sumatera, kalimantan, sulawesi selatan, NTT, maluku dan irian
16)      Tahun 1994-1995 pemerintah menyelenggarakan uji coba pendidikan PPB jarak jauh di 3 Provinsi jawa barat, jawa tengah, jawa timur. Pengaturan penyelenggaraan telah diatur dalam SK menkes no 1247/menkes/SK/XII/1994
17)      Tahun 1994 dilakukan pelatihan pelayanan kegawatdaruratan maternal dan neonatal LLSS
18)      Tahun 1996 Ibi bekerja sama dengan depkes dan American College of Nurse Midwife (ACNM) dan RS swasta menjadikan training kepada anggota IBI sebanyak 8 orang untuk LSS yang kemudian menjadi tim pelatih LSS inti di PP IBI
19)      Tahun 1995-1998 IBI bekerja sama dengan mother care melakukan pelatihan dan peer review bagi bidan RS, bidan puskesmas dan bidan desa di provinsi kalimantan selatan
20)    Tahun 2000 ada pelatihan APN yang dikoordinasikan untuk maternal neonatal health (MNH) sampai saat ini telah melalui APN di beberapa provinsi

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Thank kak for info, bisa sekalian berbagi tetang toko baju senam yang daerah surabaya

Unknown mengatakan...

Thank kak for info, bisa sekalian berbagi tetang toko baju senam yang daerah surabaya

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates